TUGAS KDM-KEHILANGAN

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  DEFINISI KEHILANGAN
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian ( Potter & Perry, 2005).
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan adalah penarikan sesuatu dan atau seseorang stau situasi yang berharga / bernilai , baik sebagai pemisahan yang nyata maupun yang diantisipasi.
Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi apabila sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi di temui,diraba,didengan,diketahui,atau dialami. Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat distress. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. Namun demikian setiap individu berespon terhadap kehilangan secara berbeda. Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi seseorang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebabkan distres emosional yang lebih besar dibanding dengan sodaranya yang sudah tidak pernah ketemu selama bertahun-tahun. Tipe kehilangan penting artinya untuk proses berduka : Namun perawat harus mengenali bahwa setiap interpretasi seseorang tentang kehilangan sangat bersifat individualistis.
Kehilangan dapat bersifat actual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual dapat dengan mudah di identifikasikan, misalnya seorang anak yang teman sepermainnya pindah rumah atau seorang dewasa yang kehilangan pasangan akibat bercerai. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan daapat di salah artikan, seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise. Makin dalam makna kata yang hilang, maka makin besar rasa kehilangan tersebut. Klien mungkin mengalami kehilangan maturasional ( Kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya ), Kehilangan situasional ( Kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal, spresifik, seperti kematian mendadak orang yang dicintai ), atau keduanya. Anak yang mulai belajar berjalan kehilangan citra tubuh semasa bayinya, wanita yang menopause kehilangan kemampuan untuk mengandung, dan seorang pria yang tidak bekerja mungkin kehilangan harga dirinya.
2.2  FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REAKSI KEHILANGAN
a.       Perkembangan .
- Anak- anak.
* Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.

* Belum menghambat perkembangan.

* Bisa mengalami regresi
- Orang Dewasa
Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup, tujuan hidup, menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.

b. Keluarga.

Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukan sikap
kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.

c. Faktor Sosial Ekonomi.

Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, beraati kehilangan
orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi.Dan hal ini bisa mengganggu
kelangsungan hidup.

d. Pengaruh Kultural.

Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’ menganggap kesedihan adalah
sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak
ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa mengekspresikan kesedihan harus
dengan berteriak dan menangis keras-keras.

e. Agama.

Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian.
f. Penyebab Kematian
.Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan
diasosiasikan dengan kesialan.
2.3 TIPE KEHILANGAN
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu :
1. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,
misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai
2. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
     2.4    JENIS – JENIS KEHILANGAN
    Terdapat 5 kategori kehilangan, yaitu:
a.       Kehilangan Objek Eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang, berpindah tempat, di curi,atau rusak karena bencana alam. Bagi seorang anak benda tersebut mungkin berupa boneka atau selimut, begi seorang dewasa mungkin berupa perhiasan atau aksesori pakaian. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
b.      Kehilangan Lingkungan Yang Telah Dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mancakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya termasuk ke kota baru, atau perawatan di rumah sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah keruang perawatan, atau situasi situasional, contohnya kehilangan rumah akibat bencana alam atau mengalami cedera atau penyakit.
c.       Kehilangan Orang Terdekat
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung guru,pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja,. Artis atau atlet yang terkenal mungkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset telah menunjukan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan , pindah, melarikan diri, promosi di tempat kerja, dan kematian.

d.      Kehilangan Aspek Diri
Kehilangan aspek diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologi, atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi, payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan control kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan , atau fungsi sensoris. Kehilangan Fungsi psikologis termasuk kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri, kekuatan, respek, atau cinta. perkembangan, atau situasi. Kehilangan seperti ini dapat menurunkuan kesejahteraan individu,. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan,akibat kehilangan, tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
e.       Kehilangan Hidup
Doka ( 1993 ) menggambarkan respons terhadap penyakit yang mengancam hidupke dalam 4 fase. Fase prediagnostik terjadi ketika di ketahui ada gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisisdiagnosis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusan, termasuk medis interpersonal, psikologis seperti halnya  cara menghadapi awal krisis penyakit. Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya, yang sering melibatkan serangkaian krisis yang di akibatkannnya. Akhirnya terjadi pemulihan atau fase terminal. Kadang dalam fase akut atau kronis seseorang dapat mengalami pemulihan. Klien yang mengalami fase terminal ketika kematian bukan lagi halnya kemungkinan,tetapi itu sudah pasti terjadi. Pada setiap hal dari penyakit ini klien dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah.
    2.5   Rentang Respon Kehilangan
Denia l—–> Anger —–> Bergaining ——> Depresi ——> Acceptance
•         Fase Denial ( menyangkal )
Menyangkal adalah respons segera terhadap kehilangan baru atau kehilangan yang mengancam.
Respon fisiologis dapat mencakup kelemahan muscular, tremor, menghela napas, ruam kulit, atau dingin dan pucat, berkeringat banyak, anoreksia, dan ketidaknyamanan.
Implikasi Keperawatan: Dukung kebutuhan emosi tanpa memperkuat penyangkalan. Tawarkan diri untuk tetap bersama klien, tanpa mendiskusikan alas an perilaku atau kebutuhan untuk mengatasi, kecuali klien mengawalinya. Tawarkan klien perawatan dasar seperti makanan, minuman, oksigensi, kenyamanan, dan keamanan.
•         Fase Anger atau Marah
Individu mengekspresikan marah dan di tunjukan kepada keluarga, staf perawta, dokter, atau yang maha kuasa. Yang kedua dapa mengekspresikan marah yang di tunjukan pada orang yang mati. Marah dapat mencetuskan rasa bersalah dan mengarah pada ansietas dan menurunkan harga diri.
Implikasi Keperawatan: Berikan pedoman antisipasi tentang perasaan dan intensitasnya yang mereka alami sebagai bagian dari kedukaan. Fokuskan terutama poada kemarahan,Jangan mengambil hati kemarahan yang dilontarkan klien. Penuhi kebutuhan yang menyebabkan respons marah. Berikan dorongan kepada klien dan keluarganya untuk mengekspresikan perasaan mereka.
•         Fase Bergaining ( Tawar Menawar )
Individu berkeinginan untuk melakukan apa saja untuk menghindari kehilangan atau mengubah prognosis atau nasib.Individu membuat penawaran dengan yang maha kuasa. Individu menerima bentuk terapi baru.
Implikasi Keperawatan: Beriakan informasi yang di perlukan untuk membuat keputusan.
•         Fase Depresi
Realitas dan sifat katetapan dari kehilangan telah dikenali. Kebingungan, kurang motivasi, tidak menunjukan minat, tidak membuat keputusan, dan menangis adalah umum. Menarik diri dari hubungan dan aktivitas sering terjadi. Individu dapat menjadi pendiam dan tidak komunikatif. Timbul perasaan kesepian, Mulai mengenang tentang masa lalu dan benda yang hilang. Individu kehilangan minat dalam pena,pilan. Individu melakukan bunuh diri,atau berperilaku tidak sehat seperti penggunaan obat secar berlebihan.
Implikasi Keperawatan: Berikan dukungan dan empati. Dukung menangis dengan memberikan sentuhan yang mengomunikasikan kepedulian. Mendengarkan dengan penuh perhatian, mengkaji resiko yang membahayakan diri dan rujuk ke tetangga professional kesehatan mental jika di perluklan.

•         Fase Akomodasi
Individu menerima kehilangan dan kematian dan mulai merencanakan hal tersebut. Individu dapat berbagi perasaan tentang kehilangan. Mengenang kejadian masa lalu, Terjadi periode depresi, waktu yang baik untuk mulai membandingkan dengan waktu buruk. Hidup mulai menjadi stabil.
Implikasi Keperawatan: Berikan kesempatan untuk berbagi perasaan secara verbal, dalam bentuk tulisan, bentuk seni, atau dengan rekaman. Biarkan dan dorong pengungkapan sesering yang klien ingin lakukan, tunjukan penerimaan kelabilan perasaan klien, bantu dalam mendiskusikan rencana masa mendatang.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
2.6  DUKA CITA
      Pengertian Duka Cita.
      Duka cita adalah proses mengalami reaksi psikologis, social, dan fisik terhadap kehilangan yang di persepsikan ( Rando, 1991 ). Respon ini termasuk keputusasaan, kesepian, ketidak berdayaan, kesedihan, rasa bersalah, dan marah.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati duka cita. Proses duka cita dan berkabung bersifat mendalam, internal, menyedihkan, dan berkepanjangan.
    Duka cita mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku. Tujuan duka cita adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan menintegrasikan kehilangan kedalam pengalaman hidup klien.Pencapaian ini membutuhkan waktu dan upaya. Istilah “ Upaya melewati duka cita” berasal dari seorang psikiater Erich Lindemann ( 1965 ) yang menggambarkan tugas dan proses yang harus di selesaikan dengan berhasil agar duka cita terselesaikan. Orang yang mengalami duka cita mencoba berbagai strategi untuk menghadapinya. Worden ( 1982 ) menggaris bawahi 4 tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan, dan Harper ( 1987 ) merancang tugas dalam akronim “ TEAR” :
1.      T – Untuk menerima realitas dari kehilangan
2.      E – Mengalami kepedihan akibat kehilangan
3.      A – Menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda, atau aspek diri yang hilang.
4.      R – Memberdayakan kembali energy emosional ke dalam hubungan yang baru.
Tugas ini tidak terjadi dalam urutan yang khusus. pada kenyataannya, orang yang berduka mungkin melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan, atau hanya satu atau dua yang menjadi prioritas.
    2.7 Respon Dukacita Khusus
        ada dua respon dukacita khusus,yaitu:
a.       Dukacita adaptif
Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan, dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespon terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini dan masa mendatang. Duka cita yang adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik. Klien merasa sehat ketika didiagnosis tetapi mulai berduka dalam merspon informasi kehilangan dimasa mendatang yang berkaitan dengan penyakit. Dalam situasi seperti ini, duka cita adaptif dapat mendalam lama dan dapat terbuka. Duka cita adaptif bagi klien menjelang ajal mencakup melepas harapan impian, dan harapan terhadap masa mendatang.

b.      Dukacita Terselubung
Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak atau tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas,  atau didukung secara social. Dukacita mungkin terselubung dalam situasi dimana hubungan anatara yang berduka dan meninggalkan tidak di dasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal. Dukacita ini mencakup teman, pemberi perawatan, dan rekan kerja atau hubungan non tradisional, seperti hubungan diluar perkawinan. Keunikan dari dukacita terselubung menimbulkan situasi dimana perawat sering menjadi pengganti social dan kekeluargaan bagi klien. 
    2.8 Konsep Dan Teori Berduka
Dukacita adalah respon normal terhadap setiap kehilangan. Perilaku dan perasaan yang berkaitan dengan proses berduka terjadi pada individu yang menderita kehilangan seperti perubahan fisik atau kematian teman dekat. Proses ini juga terjadi ketika individu menghadapi kematian mereka sendiri.
Tidak terdapat cara yang tepat untuk berduka. Konsep dan teori  berduka hanya cara yang dapat di gunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan merencanakan intervensi untuk membantu mereka memahami duka cita dan meghadapinya.



Penjelasan teori:
1.      Teori Engel
Pada fase pertama individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk tidak bergerak, atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat mencakup pingsan, berkeringat, mual, diare, frekuensi jantung cepat, gelisah, insomnia, dan keletihan.
Fase kedua adalah individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan mengalami keputusasaan. SEcara mendadak terjadi marah, rasa bersalah, frustasi, depresi, dan kehampaan.
Dalam fase ketiga, dikenali realitas kehilangan. Mrah dan depresi tidak lagi dibutuhkan. Kehilangan telah jelas bagi individu yang mulai mengenali hidup.
2.      Teori Kubler-Ross
Pada tahap marah individu melawan kehilngan dan dapat bertindak pada seseorang dan segala sesuatu dilingkungan sekitarnya. Dalam tahapan tawar menawar terdapat penundaan realitas kehilangan. Klien seringkali mencari pendapat orang lain selama tahapan ini. Klien yang di rawat di rumah sakit mungkin menunjukan model perilaku karena percaya bahwa staf perawatan akan menemukan penyembuhan.
Tahap depresi terjadi ketika kehilangan di sadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut timbul. Seseorang merasa terlalu sangat kesepian dan menarik diri. Tahapan depresi memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah. Fase selanjutnya, di capi suatu penerimaan. Reaksi fisiologis menurun, dan interaksi social berlanjut. Kobler-Ross mendefinisikan penerimaan lebih sebagai menghadapi situasi ketimbang menyerah untuk pasrah atau putus asa.
3.      Teori Rando
Meskipun proses berduka mempunyai perjalanan yang secara umum dapat di perkirakan dan mempunyai gejala yang jelas, tidak ada dua orang individu yang berkembang melalui proses tersebut dalam cara yang sama. Rando ( 1993 ) mendefinisikan kembali respon berduka menjadi tiga ketegori: penghindaran, dimana terjadi syok, menyangkal dan ketidak percayaan ; konfrontasi , dimana terjadi luapan emosi yg sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan kehilangan mereka dan akomodasi, ketika terdapat secara bertahap penurunan kedukaan akut dan m ulai memasuki kembali secara emosional dan social dunia sehari- hari diman aklien belajar untuk menjalani hidup dengan kehilangan mereka.

    2.9 Diagnosa Keperawatan Dan Dukacita
   Pengkajian
Pengkajian tentang klien dan keluarganya dimulai dengan menggali makna kehilangan bagi mereka. Perawat mewawancarai klien dan keluarganya, dengan menggunakan komunikasi yang tulus dan terbuka ; dengan menekankan keterampilan mendengar; dan mengamati respon dan perilaku.
Perawat mengkaji bagaimana klien bereaksi dan bukan bagaimana seharusnya bereaksi. Urutan perilaku atau fase duka cita dapat terjadi secara berurutan, mungkin juga tidak urut, atau bahkan terjadi berulang. bnayak fariabel mempengaruhi duka cita.
Beberapa factor mempengaruhi cara setiap individu merespon kehilangan. Karakteristik personal termasuk usia, jenis kelamin, status ksosial ekonomi dan pendidikan mempengaruhi respon terhadap kehilangan. Sifat hubungan dengan objek yang hilang, karakteristik kehilangan, keyakinan cultural dan spiritual, system pendukung, dan potensi pencapaian tujuan mempengaruhi respon terhadap kehilangan.
  Diagnosa Keperawatan
Mengidentifikasi batasan karakteristik yang menbentuk dasar untuk diagnose akurat juga mengembangkan intervensi dalam rencana perawatan. Respon berduka yang memburuk dan memanjang harus di identifikasi. Perawat mungkin juga mendiagnosa masalah kesehatan yg umum untuk klien berduka ( misal gangguan pola tidur ).
  Perencanaan
Ketika merawat klien menjelang ajal, tanggung jawab perawat termasuk mempertimbangkan kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis dan social yang unik. Perawat harus lebih toleran dan rela untuk meluangkan waktu lebih banyak bersama klien menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup mereka.
  Implementasi
Sensitivitas terhadap klien adalah yang paling penting agar perawat dapat berfungsi secara efektif. Perawat juga harus sensitive terhadap budaya, etnisitas, gaya hidup atau kelas social klien dan keluarganya. Mereka harus sensitive terhadap keterbatasan dan sifat peran mereka sendiri. Mereka harus mengintervensi secara sensitive dan mahir ketika di perlukan. JIka klien ingin menghindari perasaan emosional yang dapat di ekspresikan ketika seseorang membentuk ikatan denga klien yang sedang melawan hidup dan mati, maka perawat harus juga sensitive terhadap kebutuhan mereka sendiri.
Merawat klien menjelang ajal dan keluarganya:
-          Peningkatkan kenyamanan
-           Pemeliharaan kemandirian
-          Pencegahan kesepian dan isolasi
-          Peningkatan ketenangan spiritual
-          Dukungan untuk keluarga yang berduka.

  Evaluasi
Meskipun penyelesaian proses dukacita membutuhkan waktu beberapa bulan atau tahun, sebagian besar klien berada di bawah perawatan perawat hanya dalam waktu singkat. Perawat mungkin menjadi frustasi ketika klien atau keluarganya mulai mengekspresikan dukacita, klien meninggalkan institusi perawatan kesehatan atau meninggal.
Perawatan klien menjelang ajal mengharuskan perawat mengevaluasi tingkat kenyamanan klien dengan penyakit dan kwalitas hidupnya. Keberhasilan evaluasi tergantung sebagian pada ikatan yang terbentuk denganklien kecuali klien mempercayai perawat, pengekspresian dari perasaan dan kekuatiran yang sebenarnya tidak mungkin terjadi. Tingkat kenyamanan klien di evaluasi dengan dasar hasil seperti penurunan nyeri, control gejala, pemeliharaan fungsi system tubuh, penyelesaian tugas yang belum terselesaikan dan ketenangan emosional.

Perawatan jenazah
Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik pasien.
Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien, jika pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas, perawatan jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap melalui otopsi.
Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak menambah risiko penularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb.

Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.
Peralatan dan Perlengkapan
1. Kasa atau perban
2. Sarung tangan
3. Penganjal dagu
4. Pads
5. Kapas
6. Plastik jenazah
7. 3 label indikasi
8. Plester
9. Tas plastik
10. Air dalam baskom
11. Sabun
12. Handuk
13. Selimut mandi
14. Kain kafan
15. Daftar barang
16. Peniti
17. Sisir
18. Baju bersih
19. Celemek
20. Bengkok
21. Tempat pakaian kotor
22. Waslap
Pelaksanaan
1. Memberitahu keluarga bahwa jenazah akan dibersihkan
2. Menyiapkan alat dan mendekatkan ke jenazah
3. Mencuci tangan dan keringkan dengan handuk bersih
4. Memakai celemek dan menggunakan sarung tangan
5. Atur lingkungan sekitar tempat tidur
6. Atur tempat tidur dan dalam posisi datar
7. Tempatkan tubuh dalam posisi supinasi
8. Tutup mata jenazah, menggunakan kapas yang secara perlahan ditutupkan pada kelopak mata dan plester jika mata tidak tertutup
9. Luruskan badan, dengan lengan diletakkan menyilang pada pergelangan tangan dan menyilang abdomen. Pada beberapa RS kadang lengan disisi telapak tangan menghadap kebawah.
10. Ambil gigi palsu jika diperlukan dan tutup mulut. Jika tidak mau tertutup, tempatkan gulungan handuk di bawah dagu agar mulut tertutup. Tempatkan bantal di bawah kepala
11. Lepaskan perhiasan dan barang berharga di hadapan keluarga. Beri label identitas
12. Jaga keamanan barang pasien
13. Bersihkan badan dengan air bersih
14. Rapikan rambut dengan sisir rambut
15. Rawat drainage dan tube yang lain
16. Ganti balutan yang kotor bila ada balutan
17. Pakaikan pakaian yang bersih untuk diperlihatkan pada keluarga. Jika keluarga meminta untuk melihat jenazah, tempatkan pada posisi tidur, supinasi, mata tertutup, lengan menyilang di abdomen.
18. Beri label identifikasi pada jenazah. Label identitas dengan nama, umur dan jenis kelamin, tanggal, nomor RS, nomor kamar, dan nama dokter.
19. Ikatkan kasa/perban atau pengikaat lain di bawah dagu dan sekitar kepala untuk menjaga agar dagu tetap tertutup. Juga ikat pergelangan tangan bersama menyilang di atas abdomen untuk menjaga lengan agar tidak jatuh. Letakkan jenazah pada kain kafan sesuai dengan peraturan RS.
20. Beri label pada bagian luar. Mengisi lengkap formulir jenazah (nama, jenis kelamin, tanggal/jam meninggal, asal ruangan,dll)
21. Pindahkan jenazah ke kamar jenazah. Beberapa RS membarkan jenazah di kamar sampai petugas kamar jenazah mengambilnya.
22. Membereskan dan membersihkan peralatan dan kamar pasien.
23. Melepaskan sarung tangan.
24. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, mengeringkan dengan handuk bersih.
25. Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perawatan jenazah :
1.    Berikan barang-barang milik pasien kepada keluarga atau bawa barang tersebut ke kamar jenazah. Jika perhiasan atau uang diberikan kepada keluarga, pastikan ada petugas/perawat lain yang menemani. Minta tanda tangan dari anggota keluarga yang sudah dewasa untuk untuk vertifikasi penerimaan barang berharga.
2.    Berikan support emosional kepada keluarga yang ditinggalkan dan teman dan kepada pasien lain yang sekamar.

0 komentar:

Posting Komentar